Menulis dengan Tangan Kiri

Friday, July 01, 2016 Desfindah 20 Comments


Titik-titik hujan datang beriringan. Angin yang melewati sela-sela jendela berhembus syahdu. Sesyahdu hatiku saat itu yang tengah asyik mencorat-coret buku dengan pikiran melayang. Melayang bak layang-layang. Haha.

Dua minggu belakangan ini saya tengah gemar melatih tangan kiri saya untuk menulis dan menggambar. Semua itu bermula ketika saya membaca sebuah artikel tentang seorang anak perempuan yang ambidextrous.  Ambidextrous atau Ambidexterity adalah keadaan dimana seseorang yang mahir menggunakan kedua tangan sama baiknya (contohnya menulis).   Ada yang memperoleh kemampuan tersebut secara natural sejak lahir, namun ada pula yang memperolehnya dengan cara latihan. I'm a right handed person, but I want to practice writing in my left hand. Kakak juga pengen kayak adek, bisa nulis pakai kedua tangan. Sekaligus ataupun tak sekaligus. :3

Saat ini saya sering menulis di buku. Apabila saya lelah dengan tangan kanan maka saya akan mempersilahkan tangan kiri saya untuk menunjukkan kemampuan minimnya dalam hal menulis. Ya, walaupun tak sebagus tangan kanan setidaknya bisa membantu.  Muehehe. Saya kasihan melihat si kiri yang lebih sering menganggur.

Salah satu manfaat menulis dengan tangan kiri ialah untuk menyeimbangkan otak kanan, tapi untuk melatih otak kanan tak melulu hanya menulis dengan tangan kiri. Masih banyak kegiatan lain yang dapat dilakukan seperti menyikat gigi dengan tangan kiri, membuka pintu dengan tangan kiri dan lain-lain. Saya sendiri bukan penganut paham otak kanan yang selalu mengagung-agungkan kemampuannya. Bagi saya pribadi belahan otak kanan dan kiri sama hebatnya. Namun tak ada salahnyakan untuk melatih si do’i ?

Sebagai pengalih stress biasanya saya mendoodle. Sekarang masih sama cuma bedanya saya pakai tangan kiri. Hal nyeleneh lainnya yang baru-baru ini saya lakukan adalah menulis terbalik. Biasanya saya menulis dengan arah normal, namun kadang-kadang saya menulis dengan mode cermin yaitu  tulisan akan  lebih mudah dibaca ketika dihadapkan ke cermin. Hingga disuatu sore yang tak terlalu indah. Teman kos saya masuk ke kamar saya dengan tiba-tiba. Saat itu saya tengah asyik menulis dengan tangan kanan, namun menulis dari arah belakang (mode cermin). Si kakak terheran-heran. “ Dek itu bahasa apa yang adek tulis?” “Bahasa Indonesialah kak, cuman ini kebalek nulisnya” jawab saya sekenanya.
“Hah?? Jadi selama ini adek nulis selalu kayak gitu ya? Adek kelainan?”

Saat itu benar-benar kampret moment menurut saya, mungkin baginya saya ini disleksia.  Si kakak ini adalah orang Vietnam yang kuliah di Indonesia, pembendaharaan katanya masih minim. Jadi kadang-kadang kalau bicara belum pandai dalam hal memilih kata. Wkwkwk. Terkadang saya lucu juga melihatnya.

Well, Berikut beberapa gambar yang saya tulis/gambar dengan tangan kiri.


Writing with left hand

Writing with right hand

Drawing with left hand

Mirror Writing

20 comments:

No Spam, No Flamming, No sara.

Tamu Tak diundang

Monday, May 16, 2016 Desfindah 9 Comments

Ketika itu Pekanbaru tengah  diselimuti kabut asap, dan pada saat itu juga rumah saya selalu kedatangan tamu selama empat hari berturut-turut. Mereka selalu datang pada malam hari yang selalu membuat saya tak dapat tidur. (Lagi) kamar saya didatangi tamu tak diundang. Si hewan berbuku-buku (Antropoda) khususnya lipan dan kaki seribu yang kehadirannya selalu mengagetkan saya. Apapun itu, bagi saya mereka itu adalah sesosok monster. 

Bagi pengidap Chillopodophobia (Fobia akan lipan) dan Myriapodophobia ( Fobia akan kaki seribu) pasti menganggap mereka monster. 

Hal yang membuat saya jijik dengan hewan-hewan tersebut adalah jumlah kakinya. Sebelumnya kamar saya tidak pernah dimasuki hewan-hewan ini (di kos baru). Entah kenapa saat itu mereka rajin sekali bertamu. 

Malam itu saya tengah bermain Hp dan tiba-tiba lipan masuk melalui celah bawah pintu. Biasalah lipan kalau jalan sukanya kebut-kebutan. Saya langsung naik pitam dan berusaha menyingkirkan hewan tersebut. Saya segera mengambil ember bukan sapu ataupun yang lainnya karena intuisi saya mengatakan begitu. Ember itu saya gunakan untuk menjepitkan badan gagahnya. Saya hanya berani memandangnya nggak tau mau ngapain, karena kalau ember itu saya angkat pasti lipannya keluyuran lagi dan malah bersembunyi.

 Entah apa dalam pikiran saya saat itu. Lem alteco yang ada di dekat rak sepatu lantas saya raih dan segera melumuri sebagian badan lipan yang muncul di balik ember. Cuuurrr!!! Tidak lama kemudian saya mencoba untuk mengangkat ember tersebut, tetapi ember tersebut justru ikut nemplok di tikar bersamaan dengan si lipan. Saya paksa tarik dan berhasil. Namun tiba-tiba saya merasa berdosa karena telah menyiksanya. Lipan itu tertempel kuat di atas tikar dan nyawanya sudah tak tertolong. Saya coba untuk melepaskannya dengan bantuan kartu plastic dan akhirnya  terlepas. Segera saja jasadnya saya buang ke parit. Hiyy.

Malam berikutnya giliran kaki seribu yang ngeronda. Saat itu mati lampu dan saya hanya berbekal sebuah lilin dengan api kecil yang pasti cahayanya tak mampu menjamah seluruh ruangan. Saya tengah asyik scrolling timeline Facebook saat itu. Punggung saya tiba-tiba berasa tak nyaman. Namun saya biarkan. Rasanya seperti dingin dan mengganjal, lantas saya coba menyentuh punggung saya. Saya mendapati sebuah benda bulat dan keras, mungkin itu batu. Setelah saya lihat dengan bantuan cahaya Hp dan  ”AAa!” untuk pertama kalinya saya memegang luwing. Segera saya lempar dan dia berjalan pelan. Sangat pelan. Pertama-tama saya ingin membakarnya dengan lilin. Namun agama saya melarang  membunuh binatang dengan cara membakar. Maka dari itu saya ambil obat nyamuk lotion dan saya lumuri kebadannya. Dia berjalan sangat cepat dan saya ketakutan. 

Saya ambil parfum dan menyemprotnya. Tubuhnya mengeluarkan cairan kuning seperti minyak. Saya sangat kasihan melihatnya tapi saya juga sangat ketakutan. Yang biasanya luwing berjalan lambat kali ini ia berjalan agak cepat. Untuk terakhir kalinya saya ambil H*rpic (pembersih toilet) dan saya siram ke badannya, seketika itu juga badannya mengembang dan akhirnya mati.

Huufttt...
    
Untuk malam-malam berikutnya saya menemukan mereka di lantai dan di dinding. Yang di lantai saat itu ia tengah mendayuh-dayuh kakinya ke arah saya. Namun saya coba untuk lebih tenang dan berfikir positif. Saya keluar cari sapu dan mengusirnya ke luar kamar. Tapi saya masih kawatir jika mereka datang kembali.

Malam besoknya saya sudah membentengi celah bawah pintu saya dengan cairan H*rpic yang saya teteskan di sepanjang celah pintu dengan harapan para hewan itu tidak berani masuk setelah mencium baunya dari kejauhan.

Keesokan paginya saya menemukan mayat kaki seribu yang tergeletak di depan pintu. Benar-benar saat itu H*rpic telah menolong saya yang sangat phobia akan mereka.


 Alhamdulillah sampai saat ini  mereka tidak pernah datang lagi. Bagi yang tidak nyaman dengan kolong pintu yang terbuka dan tak ingin ada serangga masuk, seperti kejadian-kejadian yang saya alami (biasanya kecoak, lipan, kaki seribu, dan semut). Bisa dicoba menggunakan penutup kolong pintu yang banyak dijual di toko online. Dulu saya hanya menyempilkan kain-kain untuk menutup kolong tetapi kurang praktis jadi saran saya bisa di coba hehe.  

Sumber : Tokopedia

9 comments:

No Spam, No Flamming, No sara.

Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...